Minggu, 13 Juni 2010

Peran Teknologi Informasi di era Globalisasi

Pendahuluan

Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat membuat bola dunia terasa makin kecil dan ruang seakan menjadi tak berjarak lagi. Cara pandang terhadap duniapun sudah berubah. Teknologi informasi dalam perubahan cara pandang itu telah menjadi ujung tombak berbagai perubahan lain yang dirasakan manusia di muka bumi ini. Namun, perubahan macam apa yang diciptakan dan ke arah mana perubahan itu berjalan? Siapa yang diuntungkan dan siapa pula yang dirugikan?

Pembahasan

Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.

Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya, memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama perdagangan dan kebijakan industri. Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat, menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.

Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.

Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.

Teknologi Informasi dan perannya dalam segala bidang

Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang.

Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.

TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal –dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang lalu—ketika sudah harus merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-Commerce “hanya” memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.

Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik. Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam penggunaan teknologi itu.

Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara negara-negara yang kini harus bekerjasama –yang bila gagal diatasi, akan tetap menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9 Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation), dana yang sudah dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook. Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari 17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%).

TI yang Mendorong Perubahan Sosial?

Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah penduduk. Angka ini masih sangat kecil jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial.

Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat “Kudatuli” –kerusuhan dua puluh tujuh juli—yang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi. Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil “jumawa” dalam episode jatuhnya Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya dikoordinasikan dengan memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI, secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang bermakna di Indonesia yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya.

Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres 96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI. Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom. Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI.

Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat –tapi bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa gagasan “pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan” sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide “The Third Way Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola.

Pilihan Strategi Pemanfaatan TI

TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti.

Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi.

Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang “tahan banting” –sudah teruji dalam krisis ekonomi—maka pengusaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam memanfaatkan TI untuk melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal, sumber daya manusia dan keahlian.

Kedua, adanya infrastruktur perangkat keras ataupun lunak. Dalam hal ini, pemerintah harus mempunyai visi yang jelas. Dulu Indonesia pernah mempunyai konsep Nusantara 21, yang sebenarnya sudah diresmikan penggunaannya pada akhir 1996. Konsep ini harus diakui meniru konsep Singapore One, dan juga Malaysia Supercoridor. Implementasinya pun saat itu sudah ada, yaitu dengan banyak munculnya wasantara.net, hasil kerjasama antara PT Telkom dan PT Pos dan munculnya banyak ISP. Tapi konsep Nusantara 21 terhenti dan terganggu karena krisis ekonomi dan politik. Sekarang, konsep ini sebenarnya bisa dilanjutkan lagi karena embrionya sudah muncul di masyarakat yang berupa ISP, warnet dan lain-lain. Mungkin ini akan lebih mudah karena dulu Nusantara 21 itu sebuah proyek menara gading yang di bawahnya masih kosong. Nah, sekarang tinggal pemerintahnya. Adakah visi ke sana?


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan teknologi informasi di era globalisasi

Teknologi adalah untuk dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Teknologi dapat meningkatkan kesejahteraan manusia dengan memanfaatkannya untuk usaha nilai tambah yang akan memberikan peningkatan penghasilannya. Makin canggih teknologi biasanya akan memberikan kemungkinan untuk memberikan peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi. Untuk dapat memanfaatkan teknologi tersebut secara optimal diperlukan kemampuan untuk mempadukan unsur-unsur teknologi yang terpendam dalam peralatan, informasi, manusia dan organisasi.

Perkembangan teknologi informasi di Indonesia harus diukur dengan besarnya sumbangan yang diberikannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ukuran itu dapat berupa jumlah tenaga kerja yang diserap dalam menghasilkan barang dan jasa dalam sektor informatika, besarnya peningkatan produktivitas yang disebabkan oleh pemanfaatan teknologi informasi, atau kontribusinya dalam penerimaan devisa. Pengukuran tolok ukur tersebut tidak mudah, tetapi sebagai suatu industri yang penting harus dapat dimonitor dan diikuti perkembangannya. Dari segi devisa, sektor industri elektronika, termasuk komputer, saat ini masih belum swasembada dalam pemakaian devisa, dan masih memanfaatkan devisa yang dihasilkan oleh sektor lain.

Strategi penguasaan teknologi sebaiknya memanfaatkan teknologi internasional yang ada melalui dua jalur. Jalur pertama ialah dengan bekerja sama dengan perusahaan multi nasional untuk menangani pasar internasional bersama. Tujuan utama kegiatan ini ialah untuk menciptakan lapangan kerja di Indonesia dimana budaya industri internasional yang berlaku dapat diserap oleh tenaga kerja Indonesia. Meskipun yang diperoleh dari kegiatan ini hanyalah teknologi perakitan dan teknologi fabrikasi, tetapi kedua teknologi ini adalah dasar dari suatu usaha industrialisasi. Kemitraan yang saling menguntungkan dengan perusahaan multi nasional ini perlu dipelihara dengan baik dan memerlukan usaha yang serius dan kontinu dari pemerintah bersama-sama dengan mitra usaha lokalnya. Tujuan kedua dari usaha ini ialah untuk perolehan devisa sebagai hasil dari ekspor produknya. Teknologi manufaktur yang sudah diterapkan di Indonesia ini harus ditularkan ke industri swasta nasional dan BUMN dengan dorongan dari pemerintah, meskipun akan terjadi difusi teknologi secara alamiah melalui mobilitas tenaga kerja maupun informasi. Pemerintah harus mendorong dan membantu perusahaan agar kesejahteraan dan produktivitas pekerja Indonesia terus naik. Hal ini dilakukan untuk perankat keras maupun lunak.

Jalur kedua ialah pembangunan industri untuk memperoleh teknologi informatika yang

ditentukan secara spesifik. Pasar dalam negeri yang sudah jelas akan ada, dapat dipakai sebagai konsiderasi penentuan produk dasar yang akan dihasilkan. Usaha ini yang telah dilakukan melalui industri strategis diperluas ke teknologi Informatika yang belum ditangani selama ini. Peran swasta nasional perlu lebih besar dalam usaha ini.

Karena teknologi adalah alat untuk memperoleh nilai tambah, maka kriteria keberhasilannya ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang diperoleh dari usaha tersebut dan kedalaman kegiatannya. Empat tahapan transformasi industri yang mencakup kemampuan untuk merakit dan fabrikasi, merancang produk baru, mengembangkan teknologi baru dan penelitian dasar, dilaksanakan secara konsisten. Pelaksanaan pentahapan untuk industri perangkat lunak akan berbeda dengan pentahapan yang dilakukan untuk industri perangkat keras. Sumbangan kepada ekonomi nasional dalam jangka menengah dan panjang harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Difusi teknologi dari industri strategis ke industri lainnya dilakukan secara alamiah.

Pemasyarakatan pengertian bahwa teknologi informatika dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan manusia melalui kegiatan pemberian nilai tambah masih harus digalakkan. Kaitan antara nilai budaya masyarakat disatu fihak dan program usaha swasembada teknologi informatika dilain fihak harus lebih diperjelas dan disebarluaskan sehingga dapat diterima oleh masyarakat seperti usaha nasional melaksanakan program swasembada pangan.

Dengan telah diputuskannya aleh Bappenas dan Menteri Negara Ristek bahwa bidang mikroelektronika dan komputer akan masuk program penelitian unggulan terpadu, maka dana penelitian dan pengembangan akan meningkat sehingga masalah manajemen lembaga-lembaga penelitian pemerintah harus lebih diperhatikan. Efektivitas dan produktivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia harus ditingkatkan. Kaitan yang lebih erat antara lembaga litbang dan industri perlu diperkuat dengan lebih menggalakkan kegiatan reverse engineering dilembaga litbang tersebut.

Ukuran keberhasilan program teknologi pada umumnya harus dapat dimengerti oleh

masyarakat seperti ukuran keberhasilan yang telah memasyarakat dalam bidang ekonomi, keuangan, pertanian dan keluarga berencana. Kesadaran masyarakat terhadap peluang pemanfaatan teknologi kepada pendapatan perorangan perlu ditingkatkan, karena akhirnya pemanfaatan teknologi haruslah dilakukan oleh masyarakat umum. Pembinaan teknostruktur agar teknologi informatika dapat hidup dalam suatu masyarakat adalah esensial. Karena akhirnya teknologi tersebut harus diterapkan oleh manusia-manusia, maka pembinaan ikatan profesi dalam bidang teknologi informatika adalah mutlak. Subur tidaknya kehidupan ikatan profesi di masyarakat dapat dipakai sebagai ukuran hidup tidaknya teknologi itu di masyarakat tersebut. Globalisasi teknologi informatika mensyaratkan bahwa mutu pelayanan yang diberikan oleh pelaku teknologi informatika juga dikaitkan secara global. Perlu diadakannya badan nasional yang dapat mempadukan potensi nasional yang dibekali

dengan tolok ukur yang jelas. Tolak ukur tersebut dapat berupa:

a. peningkatan penghasilan devisa secara langsung oleh industri informatika

b. Peningkatan produktivitas kegiatan-kegiatan tertentu karena dimanfaatkannya teknologi informatika.

c. Peningkatan kemampuan dan penghasilan para pelaku teknologi informatika.

Kegiatan produksi hanyalah merupakan satu mata rantai dari kegiatan industrialisasi suatu bangsa. Untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari kegiatan industrialisasi haruslah juga dimanfaatkan peluang nilai tambah yang dapat diperoleh dari kegiatan perdagangan dan pendanaan. Malah dalam banyak hal, keuntungan yang diperoleh dari kegiatan perdagangan dan pendanaan lebih besar dari yang dihasilkan oleh kegiatan produksi.

Kejelian suatu bangsa untuk meramu ketiga kegiatan tersebut sehingga memberikan

sumbangan yang maksimal terhadap pembangunan bangsa, merupakan tolak ukur

keberhasilan program industrialisasinya.

I.I Teknologi komunikasi dan informasi dalam pendidikan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, (5) dari waktu siklus ke waktu nyata. Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.
Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada glirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, setiap orang atau bangsa yang ingin lestari dalam menghadapi tantangan global, perlu meningkatkan kualitas dirinya untuk beradaptasi dengan tuntutan yang berkembang. TIK telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dsb. termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting:The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet. Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih kenyal atau lunak dan fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.
Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa: (1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, (2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb. (3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV, (4) alat-alat musik, (5) alat olah raga, dan (6) bingkisan untuk makan siang. Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.

Meskipun teknologi informasi komunikasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangan. Dari sisi kegairahan kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial. Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dsb. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Judul : POTENSI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DI KELAS

Penulis : Prof. Dr. H. Mohamad Surya

Judul : Kurikulum Pendidikan Teknologi Suatu Kebutuhan yang Tidak Pernah Terlambat
Alamat : http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/28/kurikulum_pendidikan_teknologi_s.htm
Penulis : Sutjipto

Jumat, 07 Mei 2010

nasib demokrasi berprospek

Fraksi Golkar dalam Pansus Century DPR berpandangan ada kejanggalan dan penyimpangan dalam kebijakan bail out Bank Century. Golkar siap menghadapi konsekuensi pahit karena berseberangan dengan koalisinya dari Partai Demokrat. Bahkan menurut Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung, bahwa dengan sikap politik Golkar yang akan disampaikan dikesimpulan akhir Pansus Century, Golkar siap menerima konsekuensi sepahit apapun.

Terhadap sikap Golkar yang bertentangan dengan sikap Partai Demokrat yang merupakan koalisi Golkar, Akbar berpendapat. Golkar hanya berusaha melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Namun jika langkah Golkar ini dinilai lain maka Golkar harus siap berada diluar pemerintahan.

Tapi jika nantinya dengan sikap Golkar yang berbeda dengan sikap Demokrat ini, kemudian Golkar dikeluarkan dari koalisi dan berarti tidak mempunyai menteri di Kabinet SBY, akan bagaimanakah sikap politik Golkar baik diparlemen mapun di percaturan politik nasional.

Dengan (asumsi) dikeluarkannya Golkar dari pemerintahan, berarti ini merupakan hal pertama dalam sejarah negara ini, bahwa Golkar berada di luar pemerintahan. Atau dengan kata lain, baru kali ini Golkar menjadi oposisi.

Sebaiknya langkah Golkar dalam menyikapai kontradiksi ini bagaimana? Memang Golkar serba salah, misalnya Golkar memberikan penilaian akhir yang sebangun dan sewarna dengan Partai Demokrat, maka Golkar akan mendapat cercaan dan tertawaan masyarakat luas, dan tidak menutup kemungkinan bahwa ini akan mempengaruhi electabilitas Golkar selanjutnya, sehingga dikhawatirkan Golkar akan semakin tenggelam. Namun dengan merapatkan barisan ke Partai Demokrat, para menteri dari Partai Golkar akan selamat dari resuffle.

Namun jika Golkar bersuara keras, apa adanya sesuai temuan-temuan yang didapatkan selama Pansus Century ini beracara, maka Golkar akan mendapat tekanan yang sangat keras dari partai “induk” koalisinya, yaitu Partai Demokrat dan bahkan tidak menutup kemungkinan Golkar akan ditendang SBY kelaur dari kabinetnya SBY. Akan tetapi dengan lugasnya Golkar menyampaikan hasil Pansus Century akan mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari rakyat Indonesia, dan akan dicatat dengan “tinta emas” bahwa Golkar sudah benar-benar berubah dalam pergaulan percaturan politik nasional dan ini menjadi modal besar partai Golkar untuk meraih simpati rakyat dan dapat dijadikan political asset saat Pemilu 2014 nanti.

Golkar Menjadi Oposisi?

Kalau Golkar menjadi oposisi, maka ada beberapa analisa penulis tentang nasib perkembangan demokrasi di negeri ini. Ingat bahwa dengan pengalaman Golkar di pemerintahan yang sudah lebih dari 40 tahun, maka dari segi “kematangan” kader baik dari segi kwalitas maupun kwantitas Golkar memilikinya sangat banyak sekali. Sehingga kalau mereka berada di luar pemerintahan, maka tenaga-tenaga “handal” tersebut akan menjadi “penonton” ataupun “pengamat” yang tentunya melakukan kritik kepada pemerintahan. Dan diharapkan kritiknya merupakan kritik membangun. Dan pihak pemerintah sebagai yang dikritik menerimanya dengan senang hati, bukan malah “lebay” seperti sekarang ini.

Dari sisi negatifnya, tenaga-tenaga berpengalaman dan “handal” dari Golkar tersebut kalau tidak disalurkan atau digunakan dipemerintahan, amak ditakutkan mereka melakukan hal-hal yang tidak diharpkan, misalnya melakukan kejahatan atau penipuan “kerah putih” yang tentunya dengan mudahnya bisa mereka lakukan, karena sudah berpengalaman dan mereka tentunya mengetahui secara detail cara-cara yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan yang mereka inginkan dengan caar ilegal ini.

Dengan adanya kritik yang sangat berkwalitas dan sebanding baik di parlemen maupun dari cara lain, diharapkan pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan akan kinerjanya, sehingga pencapaian kinerja pemerintahan bisa optimal dan otomatis kesejahteraan rakyat bisa diperbaiki.

Kekuatan Golkar ditambah kekuatan PDIP , P. Hanura dan P. Gerinda di parlemen melawan koalisi PD, maka akan terjadi proses check and ballance yang sangat menarik, mengingat selama ini proses tersebut kurang berimbang, namun dengan masuknya PG sebagai partai oposisi maka kekuatan oposisi akan semakin kuat

Minggu, 11 April 2010

.....makalah kewarganegaraan....

PENGARUH GLOBALISASI DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN BANGSA

Milki Rijal Ashari – 1209018 – Tehnik Informatika

A. Pendahuluan

Era globalisasi dewasa ini sudah menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap bangsa dan negara, tidak terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh-mempengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antar-bangsa terjadi dengan cepat dan mencakup masalah yang semakin kompleks. Batas- batas teritorial negara tidak lagi menjadi pembatas bagi kepentingan masing- masing bangsa dan negara. Di bidang ekonomi terjadi persaingan yang semakin ketat, sehingga semakin mempersulit posisi negara-negara miskin. Sementara itu dalam bidang politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan terjadi pula pergeseran nilai. Misalnya, globalisasi di bidang politik tampak, bahwa de- mokrasi dan HAM telah dijadikan oleh dunia internasional untuk menentukan apakah negara tersebut dinilai sebagai negara beradab atau bukan.

B. Latar belakang masalah

Dengan masuknya Indonesia pada era Globalisasi, pengaruh apa saja yang didapatkan? Negatifkah atau positif? Lalu bagaimana cara indonesia menyikapinya? Makalah ini akan sedikit memaparkan kepada pembaca sekalian tentang pengaruh positif dan negatif dari sebuah globalisasi terhadap berbagai aspek kehidupan bernegara.

C. Pembahasan

Sebelum kita banyak mengenal lebih jauh tentang globalisasi serta pengaruhnya dalam berbagai hal, mari kita perhatikan definisi-definisi globalisasi itu sendiri.

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Globaliasi dapat diartikan sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia. b. Globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan di antara dan elemen- elemennya yang terjadi akibat dan perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi interna- sional. c. Globalisasi adalah proses, di mana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. d. Globalisasi adalah proses meningkatnya aliran barang, jasa, uang dan gagasan melintasi batas-batas negara. e. Globalisasi adalah proses di mana perdagangan, in- formasi dan budaya semakin bergerak melintasi batas negara. f. Globalisasi adalah meningkatnya saling keterkaitan di antara berbagai belahan dunia melalui terciptanya proses ekonomi, lingkungan, politik, dan pertukaran kebudayaan. g. Globalisasi merupakan gerakan menuju terciptanya pasar atau kebijakan yang melintasi batas nasional.

Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bansa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bagi bangsa-bangsa diseluruh dunia. (menurut Edison A. Jamli dkk. Kewarganegaraan. 2005)

Sartono Kartodirjo berpendapat bahwa proses globalisasi sebenarnya merupakan gejala sejarah yang telah ada sejak jaman prasejarah. Beberapa contoh antara lain bangsa-bangsa dari Asia ke Eropa, ke Amerika, dari Asia ke Nusantara, dan lain-lain. Berdasarkan tinjauan sejarah, Indonesia sebenarnya telah lama mengalami proses globalisasi. Peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang meningkatkan proses globalisasi antara lain adalah: a. Ekspansi Eropa dengan navigasi dan perdagangan. b. Revolusi industri yang mendorong pencarian pasaran hasil industri. c. Pertumbuhan kolonialisme dan imperialisme. d. Pertumbuhan kapitalisme. e. Pada masa pasca Perang Dunia II meningkatlah teleko- munikasi serta transportasi mesin jet.

Menurut pendapat krsna (pengaruh globalisasi terhadap pluralisme Kebudayaan Manusia dinegara berkembang. Internet.public jurnal.september 2005) Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.

Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (GMPI), Habelino Revolter Sawaki. “Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.

Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa,” Ungkap Habelino.


Bab I

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme

A. Pengertian nasionalisme

Berbicara tentang nasionalisme, tentunya berarti sangat luas, tergantung pada aspek pendekatannya. Dalam pendekatan budaya, nasionalisme terkait dengan suku bangsa sebagai kondisi dasar untuk membangun bangsa (nation) dan kebangsaan indonesia (nationalism). Kebangsaan (nationality) dan rasa kebangsaan (nationalism) saling berkaitan satu sama lain. Rasa kebangsaan biasanya juga disebut nasionalisme, sebagai dimensi sensoris yang tidak lain adalah kebudayaan (saifudin, 2006). Dalam studi ilmu politik, pembahasan mengenai nasionalisme tidak terlepas dari nation sendiri. Ernest dalam tulisannya yang terkenal what is nation? Menjelaskan nation adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi sebuah ikatan bersama, baik dalam hal kebersamaan maupun dalam hal pengorbanan. Suatu bangsa dasarnya adalah suatu komunitas sosial politik dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas sekaligus berkedaulatan. Pada masing-masing komunitas itu masing-masing anggotanya belum tentu saling mengenal satu sama lain, tetapi dibenak setiap anggotanya hidup tentang kebersamaan dan persaudaraan.

Sementara itu, pengertian nasionalisme menurut ernest gellner dalam eriksen (1993) adalah suatu prinsip politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan politik seharusnya seimbang. Konsep dan pengertian tersebut meskipun berbeda perspektif, akan tetapi semuanya menekankan bahwa bangsa adalah suatu konstuksi ideologi yang tampak sebagai pembentuk garis antara kelompok budaya dan state (negara). Lebih lanjut menurut gellner, nasionalisme adalah suatu bentuk munculnya sentimen dan gerakan patriotisme yang secara psikologis merupakan suatu bentuk antipati atau ungkapan marah, benci, dan lain sebagainya terhadap kolonial. Sebaliknya menurut H. Kohn nasionalisme adalah suatu “a sense of belonging”. Pengertian laing dari nasionalisme dapat disebut sebagai “sicial soul” (K. Lamprecht, 1920) dalam kartodirdjo (1972).

Dari berbagai penertian diatas tidak ada perbedaan yang mendasar, tetapi justru menunjukan kecenderungan persamaan. Nasionalisme sebagai suatu bentuk respon yang bersifat sosio psikologis tidak lahir dengan sendirinya, akan tetapi lahir dari suatu respons secara psikologis, politis, dan ideologis terhadap peristiwa yang mendahuluinya yaitu imperialisme (kolonialisme). Didunia ketiga terutama di Asia, Afrika, serta benua Amerika Latin berkembang satu tipe patriotisme. Dikawasan ini, termasuk indonesia muncul tipe patriotisme dan nasionalisme yang sangat dimotivasi dan diwarnai oleh semangat anti kolonialisme. Dengan perkataan lain dapat ditegaskan bahwa patriotisme atau nasionalisme di dunia Ketiga termasuk Indonesiahampir identik dengan aksi, gerakan dan proses dekolonisasi. Mengidentifikasikan patriotisme dan nasionalisme sebagai gerakan antikolonial tidak berarti bahwa motivasi-motivasi lain seperti anti imperialisme tidak berperan, tetapi semangat antikolonial merupakan semangat antikolonial merupakan motif utama yang membakar semangat para patriot untuk berjuang dan bersedia berkorban. Dengan demikian, dapat dipahami bahea patriotisme itu sudah mulai bersemi sejak kelahiran rezim kolonial dengan segala implikasinya diberbagai bidang; ekonomi, politik, budaya dan sosial mendominasin kehidupan bangsa Indonesia. Keseluruhan praktek dan dominasi kolonial yang pada prinsipnya merupakan perilaku eksploitatif dan diskriminatif yang dianggap telah menghasilkan kesadaran sejarah dikalangan bumi putera khususnya dan sejumlah orang belanda sendiri yang memandang kolonialisme secara objektif atau dari kacamara kaum terjajah (sartono kartodirjo,1992). Lebih lanjut dikemukakan oleh kartodirjo, secara analitis, nasionalisme mempunyai tiga aspek yang dapat dibedakan,

Pertama aspek cognitive, yaitu menunjukan adanya pengetahuan atau pengertian akan suatu situasi atau fenomena, dalam hal ini adalah pengetahuan akan situasi kolonial pada segala porsinya.

Kedua, aspek goall/ value orientation, yaitu menunjukan keadaan yang dianggap berharga oleh pelakunya; dalam hal ini yang dianggap sebagai tujuan atau hal yang berharga untuk memperoleh hidup yang bebas dari kolonialisme.

Aspek ketiga, adalah affective dari tindakan kelompok yang menunjukan situasi dengan pengaruhnya yang menyenangkan atau menyusahkan bagi pelakunya, misalnya berbagai macam diskriminasi pada masyarakat kolonial melahirkan aspek affective tesebut.

Berdasarkan berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme sebagai identitas bukanlah situasi yang bentuk dan wujudnya bersifat statis. Nasionalisme merupakan kondisi dinamis yang terus-menerus dibangun dengan makna baru pada setiap kesempatan melalui proses yang melibatkan seluruh bagian anak bangsa. Nasionalisme dengan setting kolonialisme berikut keseluruhan kebijakan dan praktek serta eksesnya di Hindia belanda pada saat itu, tentu berbeda dengan nasionalisme pada masa sekarang. Dalam tataran yang lebih praktis, nasionalisme indonesia bukan lagi memanggul senjata dengan semangat merdeka atau mati. Nasionalisme indonesia juga bukan seperti semboyan terkenal dari perdana menteri Britania Raya, Disraeli, “ benar atau salah, negeriku selalu benar”. Arah nasionalisme Indonesia, menurut Mangunwijaya, akan berkembang denga mengambil sumber dari semangat dasar nasionalisme generasi 1928 pada masa kolonial. Hakikat nasionalisme generasi 1928 merupakan perjuangan dari generasi yang terbelenggu penjajahan, tertindas, miskin kemerdekaan dan hak menentukan diri sendiri dan ditujukan ke arah lawan asing dari luar. Singkatnya “nasionalisme” merupakan produk dari sejarah bangsa itu sendiri. Sebgaimana dikemukakan oleh sartono kartodirdjo (1972) bahwa nasionalisme sebagia fenomena historis, timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik ekonomi dan sosial tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksudkan adalah munculnya kolonialisme dari suatu negara terhadap negara lainnya. Hal ini terjadi sebab nasionalisme itu sendiri muncul sebagai suatu reaksi terhadap kolonialisme dan eksploitasi yang selalu menimbulkan pertentangan kepentingan secara terus-menerus. Hal ini tidak hanya terjadi dalam bidang politik, tapi juga dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya seperti yang masih belangsung hingga saat ini.

B. Nasionalisme Bangsa saat kini

Nasionalisme yang hidup dalam pusaran globalisasi, batas-batas geopolitis semakin kabur. Perjuangan kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan dari nasionalisme tidak hanya diarahkan ke pihak-pihak asing tetapi juga ke dalam negeri sendiri. Nasionalisme pada masa kini dalam negeri sendiri. Nasionalisme pada masa kini merupakan perjuangan untuk meniadakan segala eksplotasi manusia oleh siapa pun, dari manapun dan dalam bentuk apapun. Wujud nasionalisme pada masa kini juga dapat dilakukan melalui berkarya dan membangun negeri ini. Tetapi, hal ini tidak mudah untuk dilakukan karena berbagai peristiwa dan kejadian sehari-hari yang dilakukan oleh para pemimpin negeri ini tidak memberikan keteladanan bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa.

Kini nasionalisme bangsa terasa kian menurun, karena maraknya praktek negatif kekuasaan. Mulai dari buruknya kinerja serta rusaknya etika birokrat, elite politik. Para penegak hukum sampai pada “pembagian kur pembangunan” yang tidak adil telah mengakibatkan makin menguatnya gejala ketidakpatuhan sosial di dalam masyarakat. Hal ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara. Masyarakat tidak memilki panutan dalam bertindak dan kohesi sosial bangsa semakin memudar. Padahal kepercayaan dan kohesi sosial merupakan modal terpenting dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh litbang kompas dalam rangka ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Studi yang dilakukan sampai tahun ini menunjukan bahwa pada tahun 2002 rasa kebanggaan menjadi orang Indonesia masih cukup besar. Hanya sekitar 5 persen responden yang menyatakan “tidak merasa bangga” menjadi orang indonesia, pada tahun 2003 persentasenya semakin meningkat menjadi 10 persen den meningkat lagi pada tahun 2005 menjadi sekitar 23 persen. Pada tahun ini sekitar 33 persen. Artinya kebanggaan menjadi orang indonesia semakin menurun. Demikian pula penilaian responden terhadap beberapa aspek kehidupan bangsa saat ini. Sekitar 63 persen merasa malu dengan situasi perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat saat ini. Sekitar 32 persen tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah terhadap pemerintah dan 44 persen tidak mempunyai kepercayaan terhadap pemerintah dan 44 persen tidak mempunyai kepercayaan terhadap Lembaga Perwakilan Rakyat (MPR dan DPR serta DPD). Demikian pula terhadap rasa kemerdekaan yang dimiliki oleh sebagian besar responden, yaitu 62 persen menyatakan bahwa indonesia belum merdeka dari tekanan bangsa lain (Kompas, 14 Agustus 2006).

Walaupun penjajahan secara langsung telah berakhir sejak kemerdekaan RI pada tahun 1945, namun independensi dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa tetap menjadi tantangan yang belum selesai. Ditengah globalisasi dan pasar bebas, determinasi asing atas bangsa Indonesia masih berlangsung. Tetapi, tidak waktu untuk bisa memilih untuk pro atau kontra terhadap globalisasi. Bagi nasionalisme pada masa sekarang, globalisasi merupakan proses sejarah yang tak terelakkan. Kita tidak mungkin lari apalagi menolak serta menghentikan proses globalisasi. Dengan demikian yang lebih penting adalah bagaimana “mengawal” globalisasi supaya menjadi manusiawi.


Bab II

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk kedalam masyarakat terutama dikalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari anak muda sekarang.

Dari cara berpakaian banyak remaja-remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahanyang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan menggunakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.

Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan infomasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, adala lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone.

Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karen aglobalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh diatas dibiarkan, mau apa jadinya generasi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubaungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki nasionalisme?

A. Pengaruh Positif Dan Negatifnya Sebuah Globalisasi Serta Langkah Antisipasinya

a) Dampak Positif

Ada beberapa pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme.

Pertama, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.

Kedua, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

Ketiga, kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

b) Dampak Negatif

Meski demikian, Habelino berpendapat globalisasi juga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap nilai-nilai nasionalisme.

Pertama, globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.

Kedua, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut, dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia”, ungkap Habelino yang juga mantan Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih.

Ketiga, mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

Keempat, adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Kelima, munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga.

Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. “Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa,” ungkapnya.

c) Cara Antisipasinya

Berdasarkan analisa dan uraian tersebut, menurut Habelino, pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

Langkah Antisipasi Habelino berpendapat perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme.

Pertama, menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.

Kedua, menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

Ketiga, menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

Keempat, mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.

Kelima, Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

Habelino berharap, dengan adanya langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Bab II

Pengaruh globalisasi pada perekonomian

Globalisasi ekonomi salah satunya ditandai dengan munculnya pasar bebas antar negara. Masuknya produk-produk luar negeri ke Indonesia, serta adanya pasar bebas, sungguh sangat memberikan pengaruh besar pada perjalanan perkonomian indonesia dan jiwa kebangsaan.

Globalisasi ekonomi ini sesungguhnya didukung oleh sebuah kekuatan yang luar biasa hebatnya, yaitu apa yang disebut liberalisme ekonomi, yang sering juga disebut kapitalisme pasar bebas. Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa. Kapitalisme ini mempunyai tiga ciri pokok, yaitu pertama, sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu; kedua, barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas yang bersifat kompetitif; ke tiga, modal diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba. Dalam perkembangannya sistem kapitalisme ini berkembang tidak sehat, karena timbulnya persaingan tidak sehat dan mengabaikan unsur etika dan moral. Dimana yang modalnya kuat akan menguasai yang modalnya lemah, akhirnya Pemerintah harus ikut mengaturnya.

Bagi negara-negara berkembang, hal tersebut jelas akan sangat merugikan, karena produk dalam negerinya tidak akan mampu bersaing dengan produk negara maju. Selain itu, bagi masyarakat, yang mengikuti pola hi- dup yang konsumtif, akan langsung menggunakan apa saja yang datang dari negara lain, karena barangkali itu yang di- anggap paling baik, juga sebagai pertanda sudah memasuki kehidupan yang modern. Jika dilihat dari kacamata yang positif, maka globalisasi akan mempunyai dampak yang menyenangkan, karena dengan globalisasi di bidang ekonomi, orang akan secara mudah memperoleh barang konsumtif yang dibutuhkan, membuka lapangan kerja bagi yang memiliki keterampilan, dapat mempermudah proses pembangunan industri, juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.


Bab III

Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Sosial Budaya

Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja, terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya. Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidup ala Barat yang tidak cocok jika diterapkan di Indonesia, seperti berganti-ganti pasangan, konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan bangsa. Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan pasar modal. Perkembangan pakaian, seni dan ilmu pengetahuan turut meramaikan kehidupan bermasyarakat

Bab IV

Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Berpolitik

Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem kepartaian yang dianut, sehingga memunculkan adanya partai baru-partai baru; kesadaran akan perlunya jaminan perlindungan hak asasi manusia HAM), terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan pemilihan umum untuk anggota–anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres, Pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang dilaksanakan secara langsung.

Tetapi kita harus waspada karena adanya perubahan tersebut akan menimbulkan pertentangan dalam masyara­kat, karena tidak semuanya masyarakat kita berpendidi­kan. Selain itu perubahan yang terjadi tidak selalu cocok jika diterapkan di Indonesia. Hal ini akan bisa mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa kita.


Kesimpulan

Globalisasi adalah bentuk kemajuan peradaban dunia yang tidak bisa dihindari tapi mesti disiasati, terutama bagi bangsa Indonesia. Nasionalisme akan cepat terkikis jika kita tidak bisa mensiasati perkembangan gloalisasi itu. Dalam globalisasi terdapat aspek negatif dan positif. Tugas kita memaksimalkan nilai positif itu, tanpa meninggalkan jiwa nasionalisme kita.

Maka dengan menjalankan 5 saran Hebelino kita bisa tetap memelihara jiwa nasionalisme kita

Pertama, menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.

Kedua, menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

Ketiga, menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

Keempat, mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.

Kelima, Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.


Daftar Pustaka